Setahun belakangan makin banyak pesepak bola asing mengurus proses
naturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). PSSI tidak terlibat
langsung dalam proses pengurusan perubahan status kewarganegaraan.
Adalah pihak klub yang berperan aktif menginsiasi proses pengurusan
naturalisasi. Kepentingan membantu Timnas Indonesia kini bukan jadi
tujuan utama.
Ada kesan klub getol membantu pesepak bola impor melakukan
naturalisasi dengan kepentingan mendongkrak performa tim saat mengarungi
kompetisi kasta elite.
Pembatasan kuota pemain asing di pentas Liga 1, membuat klub
berimprovisasi. Sejumlah pemain asing menguber paspor Indonesia agar
tetap bisa beredar di persaingan sepak bola Tanah Air dengan status WNI.
Klub tak selalu jadi figur pendorong proses naturalisasi para pemain
tersebut. Para pemain mengambil inisiatif sendiri, karena sadar tak
mudah bagi dirinya bisa bermain di kompetisi Indonesia jika tetap
menggunakan paspor negara asal.
Pada prinsipnya klub senang jika bisa memberdayakan tenaga pesepak
bola asing. Alasannya, regulasi penggunaan pemain asing di kompetisi
kasta elite yang dibuat PSSI amat membatasi ruang mereka menggaet
sebanyak mungkin pemain pendatang.
Di pentas Liga 1 2017, klub hanya bisa mengontrak maksimal empat
pemain asing. Di mana satu di antaranya harus berasal dari Asia. Klub
boleh melakukan penambahan slot jika mereka bisa mendatangkan legiun
asing berstatus
marquee player.
Mulai musim depan, regulasi
marquee player kabarnya bakal
dihapus, PT Liga Indonesia Baru akan menerapkan aturan 3+1 secara ketat.
Hal ini membuat kesempatan bekerja para pemain impor kian sempit.
Apalagi dua musim terakhir PSSI menghapus kesempatan mereka berkiprah di
pentas Liga 2. Penerapannya sudah terlihat di Piala Presiden 2018 ini.
Jika 18 klub memaksimalkan slot pesepak bola asing, maka hanya akan ada 72 pemain yang beredar di Liga 1 2018.
Agen pemain asing mengeluhkan hal ini. "Beberapa musim terakhir,
penghasilan saya sebagai agen berkurang drastis karena jumlah slot
maksimal dibatasi. Beda dengan era pertengahan 2000-an, di mana pasar
amat luas. Tiap klub kasta tertinggi bisa memakai jasa empat sampai lima
pemain asing, sementara di kasta kedua klub bisa mengontrak dua hingga
tiga legiun impor," tutur Edy Syah Putera, agen pemain asing tenar yang
telah lama malang-melintangKetua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, menyebut pembatasan ruang bagi pemain
asing punya tujuan memberi pentas pada pemain lokal. "PSSI punya target
menambah jumlah pesepak bola lokal di pentas kompetisi. Mereka harus
mendapat jam terbang tinggi. Klub jangan terus mengandalkan pemain
asing, yang kualitasnya pun tak jauh dengan pemain kita."
Sebelumnya, di era kepengurusan PSSI Djohar Arifin upaya federasi
membatasi ruang buat pemain asing sudah dilakukan. Selain buat
kepentingan pembinaan yang bermuara di Timnas Indonesia, aturan ini juga
untuk menjaga stabilitas keuangan klub.
Namun, tetap ada celah membuat klub mendatangkan sebanyak mungkin
pemain asing. Tuntutan berprestasi tinggi membuat mereka secara
cenderung membangun kekuatan tim yang kompetitif. Pemain asing yang
berlimpah jadi solusi instan.
Arema FC, jadi klub pertama yang cerdik menumpuk pesepak bola
naturalisasi di Indonesia Super League 2013. Di bawah komando Rahmad
Darmawan Tim Singo Edan memaksimalkan tiga pemain asing yang sudah
berstatus WNI, Cristian Gonzales, Victor Igbonefo, dan Greg Nwokolo.
Ketiganya masuk kategori deretan pemain pendatang elite, yang proses
peralihan status kewarganegaraannya dibantu PSSI. Di sisi lain, Tim
Singo Edan saat itu juga mengontrak, Alberto Goncalves, Gustavo Lopez,
dan Fabiano Beltrame, yang berstatus pemain impor murni.
Pada musim yang sama Persib Bandung, menambah bonus pemain asing
berpaspor garuda, Sergio van Dijk. Penyerang warga negara Belanda itu
berganti kewarganegaraan dengan bantuan pemilik klub, Glenn Sugita.
Sergio yang punya hasrat besar membela Timnas Indonesia, tak bisa
bermain di Persib jika masih jadi warga Belanda. Tim Maung Bandung sudah
punya Kenji Adachihara (Jepang), Vladimir Vujovic (Montenegro), Makan
Konate (Mali), serta Djibril Coulibaly (Mali).
Persipura Jayapura di musim 2015 juga membantu proses pengurusan WNI
bek asal Afrika, Bio Paulin. Ketua Umum Tim Mutiara Hitam, Benhur Tomi
Mano, secara terang-terangan mengaku klubnya akan sangat diuntungkan
jika Bio jadi WNI.
"Jadi kami bisa menambah pemain asing satu orang lagi, karena Bio Paulin sudah jadi warga Indonesia," katanya.
Strategi klub mengontrak pemain asing berlabel WNI kian menjadi-jadi
belakangan ini. Banyak pesepak bola pendatang yang dinaturalisasi
usianya sudah uzur. Mereka bahkan tidak cukup kompetitif bersaing
memperkuat Timnas Indonesia.
Yang terkini coba tengok saja strategi transfer Sriwijaya FC dan
Madura United. Tampil di Piala Presiden 2018, mereka memaksimalkan
banyak pemain naturalisasi.
Di Sriwijaya FC ada Bio Paulin, Esteban Vizcarra (Argentina), dan
Alberto Goncalves (Brasil). Dua nama terakhir proses naturalisasinya
tengah berjalan. Jika tidak ada aral melintang jelang bergulirnya Liga 1
2018 mereka sudah jadi WNI murni.
Sebelumnya, Rahmad Darmawan sempat ingin menggaet striker uzur,
Dzumafo Herman. Sudah setahun bomber kelahiran 21 Februari 1980 itu jadi
WNI.
Rencana RD mendapat tentangan dari sebagian besar suporter Laskar
Wong Kito. Mereka beranggapan, Dzumafo yang berusia 37 tahun sudah
melewati masa produktif.
Namun, dari kacamata Rahmad sosok Dzumafo, akan sangat membantu
memberi variasi permainan di tim asuhannya. "Karakter permainan Dzumafo
berbeda dengan barisan striker yang saya miliki di Sriwijaya FC," ujar
RD.
Belakangan Sriwijaya FC batal mendatangkan Dzumafo, karena sang
pemain menghilang saat diminta manajemen klub melakukan tes medis.
Dzumafo akhirnya digaet klub jawara Liga 1 2017, Bhayangkara FC, yang
musim lalu menikmati jasa Ilija Spasojevic yang status
kewarganegaraannya berganti dari Montenegro menjadi Indonesia.
Madura United juga getol mendaratkan banyak pemain naturalisasi.
Mereka punya empat sekaligus pemain, yakni: Cristian Gonzales, Raphael
Maitimo, Greg Nwokolo, dan OK John. Nama terakhir proses menjadi WNI-nya
tengah berjalan.
Jika Madura United nanti mengontrak empat pemain asing lagi (satu
dari Asia), berarti akan ada delapan pemain pendatang di skuat Gomes de
Oliviera.
Ironisnya, dari total 21 pemain asing (5 dalam proses pengurusan),
mayoritas di antaranya jarang dapat kesempatan membela Timnas Indonesia.
Padahal, ketika program naturalisasi dicanangkan di era kepengurusan
PSSI, Nurdin Halid, tujuan mengubah kewarganegaraan pesepak bola luar
negeri buat mengerek prestasi Tim Merah-Putih.
Pelatih Timnas Indonesia, Luis Milla, sejak 2017 mendarat tercatat
hanya menggunakan jasa empat pemain naturalisasi, Stefano Lilipaly, Ezra
Walian, Ilija Spasojevic, serta Victor Igbonefo.
Menghakimi pemain asing yang menjadi WNI guna mengamankan
kelangsungan karier di negara kita rasanya tidak pas. Undang-Undang
Dasar 1945 hasil amandemen membuka ruang bagi warga pendatang buat
mendapatkan paspor Indonesia.
Hal tersebut disebut dalam pasal 26. Seseorang dapat disebut sebagai
WNI: semua orang yang termasuk Bangsa Indonesia asli dan orang dari
bangsa lain yang disahkan oleh UU sebagai warga negara. Dalam UUD 1945,
amandemen ke-2 bahkan disebutkan bahwa makna penduduk ialah WNI dan WNA
yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia
Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia (UUKI) No. 12 2006 juga
mempertegasnya. Pasal 8 UU tersebut menyebut, “Kewarganegaraan Republik
Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.”
Arti kata ‘pewarganegaaraan’ sendiri adalah ‘tata cara bagi orang
asing untuk memperoleh kewarganegaraan suatu negara melalui suatu
permohonan. Ini berarti, setiap orang berhak memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Namun, harus melalui berbagai persyaratan.
UU ini juga mengatur soal lima syarat menjadi WNI. Salah satunya,
orang asing bisa mengajukan permohonan menjadi WNI jika telah tinggal di
Indonesia selama 5 tahun berturut-turut, atau telah tinggal di
Indonesia paling sedikit 10 tahun tidak dalam waktu berturut-turut.
Rata-rata pesepak bola asing yang mengurus WNI, memenuhi kualifikasi
ini. Ambil contoh Dzumafo Herman, yang resmi menjadi WNI pada Juli 2017
silam.
Memulai karier sepak bola profesional sejak 1999, di mana saat itu
usianya baru 19 tahun, Dzumafo tercatat hanya membela empat klub di
negara asalnya. Hanya delapan bulan bermain di Kamerun, Herman Dzumafo
membuka jalan untuk bermain di luar negeri berlabuh di Indonesia,
tepatnya di PSPS Pekanbaru, Riau.
Bersama PSPS, Herman Dzumafo bermain selama kurang lebih empat tahun
sebelum akhirnya mencoba peruntungan di klub-klub besar, seperti Arema
Indonesia, Persib Bandung, dan sempat dipinjamkan ke Sriwijaya FC. Mitra
Kukar, Gresik United, dan Persela Lamongan sempat menjadi pelabuhan
baginya sebelum kembali ke PSPS Pekanbaru yang berganti nama menjadi
PSPS Riau di Liga 2 2017.
Ia kini telah menikah dengan seorang wanita Indonesia bernama Maria Magdalena pada 2009.
"Saya sudah 10 tahun tinggal di
Indonesia dan memiliki keluarga di sini. Saya punya istri dan anak di
Indonesia. Dalam 10 tahun, setiap tahun saya pulang ke Kamerun, tapi
hanya 2 sampai 3 minggu di sana. Sisa waktu saya dalam 10 tahun ini
memang lebih banyak di Indonesia. Saya sudah cocok dengan orang-orang di
sini, begitu pun dengan makanannya. Saya berpikir jika saya pulang ke
negara asal saya akan percuma. Saya punya keluarga di sini dan semua
yang saya miliki sekarang ada di Indonesia," tutur Dzumafo.
Komentar senada dilontarkan Ilija Spasojevic. Selain sudah berkarier
cukup lama di Indonesia, ia kini beristri wanita asal Makassar, Lelhy
Latif. Keduanya dikaruniai dua orang anak, yakni Dragan Spasojevic (2
tahun) dan Irina Spasojevic (8 bulan).
"Saya tidak berpikir buat kembali ke negara asal. Saya ingin menetap
di negara ini hingga tua nanti," ujar Spaso yang punya kans besar
membela Timnas Indonesia di Asian Games 2018 nanti.
Apa yang diungkapkan kedua pemain sah-sah saja. Tinggal kembali ke
pihak klub. Mereka dituntut cermat memilih pemain-pemain asing berstatus
WNI buat bergabung. Kualitas jadi acuan utama. Dan tentunya juga mereka
juga memperhatikan pembinaan.
Ada konsekuensi yang ditanggung setiap klub yang menumpuk pesepak
bola naturalisasi. Kesempatan bakat-bakat lokal merasakan atmosfer
pertandingan berkurang, karena skuat sudah sesak para WNI baru.
Pilihannya sederhana, prestasi instan atau membantu pembinaan.